Ashoka: Kemenangan Pertama di Sekolah, Bindusara Berduka, Chanakya Menangis Melihat Bukti ‘Kematian’ Dharma
Cerita serial Ashoka episode sebelumnya, Balgovind memberitau ibu suri Helena. Helena tau ibu Ashoka, sambutan hari pertama sekolah, Shubadrangi dibunuh binatang buas? merupakan serangkain rencana Helena untuk memuluskan Justin ke singgasana, karena ibunya adalah kelemahan Ashoka, sementara Ashoka adalah kelemahan Chanakya. Ashoka di ashrama sekolah bangsawan merasakan kontak bathin saat ibunya di kejar-kejar orang untuk dibunuh. Sementara itu, tubuh wanita yang dikira Shubadrangi sudah tertutup daun-daun kering.
Sinopsis serial Ashoka episode #31, Ashoka yang terbangun dan gelisah memilih ke area latihan pedang, di sana ia mengayun senjata mirip pedang, tapi tumpul, memukul karung-karung berisi beban yang digantung. Ashoka tidak fokus, dia malah terkena karung yang sudah dipukulnya, bahkan senjata yang dipegangnya pun sampai terlepas dari tangan.
Tapi Ashoka tetap melampiaskan kegelisahan yang dirasakannya dengan memukul karung-karung yang tergantung itu, terbayang saat ia dan ibunya di serang oleh beberapa orang sebelumnya dengan senjata tongkat. Ashoka kembali mengayunkan tongkat ditangannya, memukul karung tanpa terarah.
Tib-tiba dari arah belakang muncul Pangeran Siyamak, “Musuh tidak akan mati dengan cara itu”. Ashoka pun bertanya, “Lalu bagaimana dia akan mati”. Siyamak pun mengambil senjata latihan, memutar ditangannya, mengayunkan, memukul karung yang tergantung dengan teknik sekali tebas. Ashoka memperhatikan, kemudian menirukan gerakan yang ditunjukkan Siyamak.
Siyamak memberi komentar, “Kau cepat belajar”, kemudian mengayunkan pedang tumpul ke arah Ashoka dan langsung ditangkis Ashoka. Ashoka pun memberitau kenapa ia bisa belajar dengan cepat, “Kebutuhannya memang seperti itu, sehingga tidak bisa untuk tidak berlatih”, sambil memutar badan dalam posisi bertahan. Siyamak kembali melakukan ayunan cepat yang ditangkis lagi oleh Ashoka. Siyamak berkata, “Kau begitu takut dengan teman-teman dan juga kak Sushima”.
Ashoka memberitau, “Semua itu tidak berarti bagiku, yang aku takutkan adalah yang aku sayangi”. Siyamak heran, “Yang kau sayangi? Artinya”. Ashoka menjelaskan, “Ibuku”. Ashoka menyudahi posisi bertahannya dalam latihan, memberitau kegelisahannya, “Aku ingin menjadi orang yang layak, sehingga bila dibutuhkan, aku bisa melindunginya. Dan aku bisa menjaganya”.
Kembali ke posisi saat kontak bathin yang dirasakan Ashoka, dimana salah satu penyerang Shubadrangi membuka selendang yang menutup wajahnya sebentar, kemudian dengan cepat menutupnya dan berdiri, ‘Dia memang diperintahkan untuk dibunuh, tapi bukan seperti ini, hingga wajahnya tidak bisa dikenali. Tapi bagus juga hingga orang menganggapnya diserang binatang buas. Ayo’.
Ashoka di tempat latihan pedang berkata pada Siyamak, “Aku ingin menjauhkannya dari segala derita, tapi aku tau, karena aku ibuku pasti sangat menderita. Ini pertama kalinya aku melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya, yang tidak sesuai keinginannya. Karena itulah aku tidak bisa memusatkan perhatianku. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Seandainya hari ini dia bersamaku, aku pasti akan membujuknya”, dengan wajah menahan sedih. Siyamak dan beberapa temannya yang lain mendengar curahatan Ashoka dengan wajah ikutan sedih juga.
Sementara itu, dihutan, tubuh wanita yang sudah terkapar yang dikira Shubadrangi sudah tertutup daun-daun kering.
Pagi hari, di pinggir telaga, Chanakya dan Radhagupt baru selesai dari rutinitas pagi mereka. Radhagupt memberitau, “Acharya, ada kabar dari mata-mata kita bahwa dia telah bangun tengah malam dan melakukan latihan pedang disana dan kau tau siapa yang membantu dia dalam latihan itu”. Chanakya menjawab, “Siyamak”. Radhagupt tersenyum, “Acharya, ternyata kau sudah tau juga”. Chanakya tersenyum.
Serorang prajurit datang dengan setengah berlari, “Salam Acharya, sesuai perintah aku harus meminta Nirjara agar selalu waspada. Tapi dari kemarin aku tidak mendapat kabar darinya, sampai saat ini dia belum datang, aku sangat cemas, biasanya dia selalu melakukan tugasnya dengan baik, tidak pernah melakukan kesalahan”. Chanakya memerintahkan, “Pergi, cari tau apa yang terjadi”. Prajurit pun meninggalkan Chanakya yang masih berada di tepi telaga bersama Radhagupt itu.
Wajah Chanakya menunjukkan wajah berpikir, “Nirjara tidak bisa melanggar perintahku, pasti ada alasannya”. Radhagupt yang mendengarkan tercenung. Chanakya menoleh ke arah perbukitan bebatuan, di sana terlihat seekor singa menatap ke arahnya. Chanakya membathin sambil terus menatap singa, ‘Yang Mulia Chandragupta? Pertanda apakah ini?”.
Di perkemahan perburuan, Raja Bindusara mengumpulkan semua orang yang ikut, ia berkata dengan nada marah, “Ia sudah pergi, tapi aku tidak mengerti kenapa tidak ada yang menganggapnya penting untuk memberitaukan ini padaku”. Justin yang berdiri di belakang kanan Bindusara tersenyum tipis mendengarnya. Bindusara menoleh ke arah para pelayan wanita lain, “Kemana dia dan apakah ada yang melihat kepergiannya”.
KLIK “ANGKA” Halaman, dibawah artikel “TERKAIT” untuk melihat foto dan kelanjutan kisahnya :