Saraswatichandra: Kesepakatan Saras Dan Perjodohan Kalika (Episode 148,149)
Sinopsis serial Saraswatichandra episode 148 dan 149: Saras memanggil Dugba, sambil teringat ketika dulu waktu kecil, ia juga menahan langkah ibunya untuk pergi, “Ibu, kumohon kembali, jangan pergi”. “Ibu tak bohong Saras, ibu akan pergi temui Dewa”.
Dugba masuk ke sungai setelah mendengar Saras tak mau memutuskan untuk meninggalkan Kumud, “Saraswati, maafkan aku, akhirnya aku kalah, Guman yang menang”, badan Dugba kelelap. Saras mengejarnya sambil meneriakkan ‘ibu’.
Kalika terlihat gelisah, ia menjatuhkan wajan yang diambilnya, ia menggerutu kalau ia selalu tergesa-gesa. Pramad masuk dan menanyakan tugas yang diberikannya pada Kalika dengan menariknya, “Bukannya kau ku suruh memata- matai mereka, mana hasilnya”.
Kalika mulai menerangkan teorinya, “bukan hanya istrimu, tapi orangtuanya juga berbohong tentang Naveenchandra. Kau tak lihat, muka mereka langsung pucat saat pertama melihatnya”.
Mereka tak pernah ketemu, Pramad menyanggah.
Kalika kembali mengingatkan Pramad akan cerita Kusum yang mengaku sudah bertunangan. Coba pikir, anting punya Kumud, puisi juga tulisan Kumud, disimpan oleh Naveenchandra. Tiba-tiba, Pramad marah, menarik dan mencengkram mulutny Kalika, “Cukup dengan pemikiranmu itu. Aku pernah ikuti semua, hasilnya, aku terlihat bodoh dihadapan semua orang, mereka bisa membuat semua orang percaya”.
Saat ia mau keluar dapur meninggalkan Kalika, Kalika buka suara, “Bahkan kau tak bisa berbuat apa-apa, mencari tau tentang tunangan istrimu, Saraswatichandra”. “Ia sudah mati”, tegas Pramad. Kalika bengong.
Saras mengangkat Dugba dari air, membawanya ke darat, berusaha membuatnya tersadar, berusahan meninggikan kepalanya dalam posisi duduk sambil memeluknya, “semua akan baik-baik, takkan kubiarkan apa-apa terjadi padamu”. Saras kemudian menangis.
Semua berkumpul di meja makan, waktunya makan malam, ibu mertua Kumud ingat mereka, “sepertinya Dugba mengajak Naveen lihat-lihat desa, hari sudah malam, ayo makan”. Tuan Budhi mengingatkan untuk memanggil Pramad. Pramad muncul seperti orang teler, “sepertinya aku panjang umur, ayah baru menyuruh memanggilku, aku sudah berdiri dihadapan ayah”.
“Ayo Pramad”, ayah Kumud mengajak duduk di sebelahnya. Pramad dengan sedikit oleng duduk, “Hei ayah mertua, aku senang sekali bisa duduk makan dengan kalian. Ini apa *menunjuk makanan di depan mertuanya, mengambilnya, menawarkan pada ayah Kumud, menolak*, kalau ga mau, aku makan sendiri aja”. Ayah Kumud dan ibunya menatap Kumud, Kumud seperti ‘pesakitan’, ayah Pramad tertunduk.
Pramad masih aja ngoceh, “Hari ini aku mabuk, makanya aku tak lapar. Aku pikir aku takkan minum, tapi setelah mikir, aku tak bisa hidup tanpa minuman. Ayah mertua, sudah, aku pergi dulu, selamat menikmati makan kalian”. Pramad berdiri, oleng ke Ayah Kumud yang kaget. Sambil jalan Pramad masih berbicara, “O ya, Kusum, eh Kumud, antar makanan juga minuman ke kamarku ya”. Semua yang di meja makan berpandangan tanpa suara.
KLIK “ANGKA” Halaman, dibawah artikel “TERKAIT” untuk melihat kumpulan foto dan kelanjutan kisahnya :